Xbox 360 / PlayStation 3 / PC : by : henzai kamiokande | 8/07/2011
Jika gamer  sempat jatuh hati dengan film-film horror asal Jepang di beberapa masa silam, bisa jadi kalian juga telah memainkan game F.E.A.R. di kesempatan yang sama. F.E.A.R. adalah sebuah game first-person shooter yang dirilis hanya untuk PC pada tahun 2005 lalu. Di dalamnya, kita akan berhadapan dengan  sebuah organisasi yang jahat.
Well, apa yang berbeda dengan game lainnya? Dan  kenapa dikait-kaitkan dengan film-film horror  asal Jepang? Game tersebut memperkenalkan sesosok gadis kecil dengan  aura  menakutkan bernama Alma Wade, yang penampilan dan gerak-geriknya  mirip dengan masa kecilnya Sadako,  sosok menakutkan dari salah  satu  serial horror Jepang yang  terkenal, Ringu (The Ring).

F.E.A.R. juga dipenuhi dengan atmosfer yang  menyeramkan dan mampu mengageti pemainnya secara konstan, namun gameplay-nya dapat  dikatakan cukup basi. Sebuah  sekuel pun menyusul untuk rilis di PC dan konsol, namun sayangnya mendapatkan banyak review yang tak memuaskan. Kurang menakutkan, jalan cerita aneh, dan gameplay FPS yang lagi-lagi masih basi.
Kini judul  ketiganya, F.3.A.R., mencoba  untuk melanjutkan jalan cerita  yang makin aneh tentang Alma dan kedua  puteranya, yaitu Point Man dan  Paxton Fettel. Sekuel, yang  masih  mengusung genre FPS ini,  tampaknya berusaha untuk bergerak  dengan melandaskan dirinya pada jalan cerita. Namun dengan  jalan cerita  yang sudah terasa tak masuk akal sedari awal, sepertinya hal itu  sulit  terwujud.
Meski telah  memainkan keseluruhan game berlabel F.E.A.R.  yang pernah dirilis hingga  kini, bisa jadi tetap  bakal kesulitan  untuk memahami akan apa yang sebenarnya terjadi. Ok, kita akan berperan  sebagai Point  Man, salah seorang putera Alma,  yang terjebak dalam  perseteruan  tanpa akhir dengan saudaranya, Paxton, yang kini telah  berujud bak roh atau sesosok  hantu. Terserah anggapan kalian.

Secara gameplay, F.3.A.R. tak bisa  disebut sempurna, namun  mampu menjaga kerapatannya. F.3.A.R bisa dibilang dapat menyamai  game FPS bagus lainnya di pasaran. Yep, penyuka genre  FPS tak bakal merasa kecewa jika dihadapkan pada gameplay dari game ini. Terasa seimbang sekaligus fun, terlbih dengan kemampuan-kemampuan yang dimiliki karakter kita, misalnya melambatkan  waktu.
Namun cepat  atau lambat juga membuatnya terlihat bermain aman. Sepertinya tak ada elemen gameplay yang benar-benar baru di dalam F.3.A.R., hampir  semuanya tampak merupakan produk turunan dari game lain. Tapi, di saat kita  bisa memegang dua Uzi pada kedua  tangan demi menembaki puluhan orang kerasukan yang berniat mengeroyok, kekuatiran  itu pasti menguap.
F.3.A.R. bakal terasa sangat fun sepanjang permainan. Namun terlepas  dari itu, F.3.A.R.  juga memiliki masalah yang senada  dengan seri sebelumnya. Bahkan unsur  menakutkannya tampak makin jauh  berkurang, membuat game  ini jadi  terasa, yah. Datar. Saat atmosfer seram itu datang memang bakal terasa cool, namun  karena kejarangan pemunculannya yang seperti disengaja malah membuatnya jadi tak  berkesan random.
Jika  dibandingkan, mungkin action kita  dalam permainan jadi terasa lebih cool.  Kesadisan yang menghiasi lokasi-lokasi F.3.A.R. harusnya  bisa membuat kita takut, namun  semuanya jadi terasa sekedar numpang  lewat. Elemen kagetan  yang jarang membuat F.3.A.R. tampak tanggung sebagai sebuah game horror, terlebih dengan dipilih-pilihnya lokasi mana  yang bakal membuat kita kaget.

Di dalam  game ini, kita akan berlarian ke sana dan sini secara linear,  melewati beberapa lokasi, dengan sesekali menjumpai  beberapa sekuen  penting, serta ditakut-takuti oleh Alma. Selain itu, tak banyak yang  bisa diharapkan.  Jika kalian baru berkenalan  dan langsung memainkan F.3.A.R dengan tanpa memainkan seri  lainnya, mendingan lewatkan jalan ceritanya saja dan langsung action.
Kita akan  mendatangi beberapa lokasi yang sebenarnya cukup asyik saat memainkan campaign,  namun bakal tak mengerti mengapa dan kenapa  harus bisa sampai ke  lokasi-lokasi itu. Menuju akhir dari game, mungkin malah bakal membuat  kalian sudah tak  peduli lagi dengan ending yang bakal  dicapai. Jika menginginkan  sebuah game dengan jalan cerita yang baik, F.3.A.R. bukanlah  untukmu.

Sementara  untuk tampilan grafis dan suguhan audio,  tampaknya F.3.A.R.  lumayan bisa untuk mengikuti zaman.  Dengan menyebut kata lumayan,   sesungguhnya game tersebut patut malu. Tampilan grafisnya tak bisa  disebut  bagus, juga tak bisa disebut jelek. Terlebih dengan terjadinya  satu hingga dua  detik perpatahan framerate yang cukup sering.
Rata-rata  lokasi dibangun bagai jalur panjang yang semi-linear. Sementara  untuk suguhan audio,  tak banyak yang  mendapat nilai merah. Mungkin hanya pada saat melawan  sekelompok tentara saja  yang terkadang sedikit mengesalkan. Mereka  sering meneriakkan kata-kata yang  sama selama beberapa kali, bahkan di  waktu yang sama. Tak jarang, teriakannya tidak  sesuai dengan kondisi.
Tampaknya F.3.A.R. memang diniatkan untuk mendorong kita mencoba  memainkan sesi multiplayer-nya, yang terasa sulit untuk ditentukan bagus atau  jeleknya jika mau jujur. Co-op mode, baik offline atau pun online, terasa menyenangkan. Btw, mode tersebut bakal tampil split-screen jika dilakukan secara offline. Kita dapat memilih untuk bermain sebagai Point Man atau Paxton.
Selanjutnya,  dengan menggunakan kedua karakter tersebut, pemain dapat saling bekerja sama  untuk menyelesaikan campaign. Sementara saat memainkan mode tersebut secara online,  kita bakal melihat perbandingan antara mana  pemain yang benar-benar  menolong kita atau malah ‘merampok jatah’ sekaligus  merepotkan kita.  Yang belakangan malah membuat gameplay jadi lebih seru.

Untuk mode-mode lainnya dalam sesi multiplayer, tampak biasa saja. Yah, setidaknya mereka  menambahkan sesuatu yang baru. Dijuduli F**king Run!, mode  ini akan membuat gamer bersama tiga pemain lainnya mesti  bergerak maju  secara konstan demi menghindari sebuah tembok maut, berujud bak semacam  awan gelap berukuran raksasa, yang siap menyantap di belakang kita.
Jika tembok  tersebut bisa melahap seorang pemain, maka semua pemain ikut tewas. Sementara mode lainnya, sekedar  lumayan. Kalian tentunya sudah sangat familiar untuk memainkan deathmatch atau pun horde dengan   berbagai variasinya pada game lain, bukan? Bisa jadi, hanya F**king  Run! saja yang  membuat kita bertahan untuk memainkan sesi multiplayer di F.3.A.R..
Editor’s Tilt - 7,5

Hadirnya F.3.A.R. terasa patut disayangkan. Bahkan, mungkin  hadirnya keseluruhan game berlabel F.E.A.R. juga patut disayangkan. Apa  yang membuat saya merasakan itu? Well,  terus terang serial ini berkesan ketinggalan zaman. Mungkin jika F.3.A.R.  rilis di beberapa  tahun lalu, game tersebut bisa jadi meraih sukses  hebat dan mendapuk prestasi  sebagai salah satu game bagus.
Namun di  saat ini, di masa banyak game FPS yang bagus telah bermunculan, konsep dan gameplay yang ditawarkan oleh F.3.A.R. terasa basi. Secara tersirat, teknologi atau apa pun yang  tampil dalam F.3.A.R. rasanya sama jika dibandingkan  dengan game FPS  lainnya yang rilis di  tahun 2008. Apa yang  bagus di saat itu, belum  tentu masih cocok untuk ditawarkan lagi di saat ini.  Semoga ke depannya  bisa lebih  baik. (HKD)



 
 
 Postingan
Postingan
 
 

Tidak ada komentar:
Posting Komentar